Sabtu, 18 November 2017

Menyusuri Goa Pindul dan Kali Oyo Gunung Kidul Yogyakarta

     Melancong kali ini ditemani oleh sahabat saya, Fauzi. Beliau ini adalah teman ngampus, ngontel, dan juga teman nglantur. Sudah setahun lebih kami tidak bertemu, karena beliau bekerja di Palembang. Setelah kontak-kontakan menentukan tempat wisata, akhirnya nama Goa Pindul terpilih dari beberapa macam opsi. Ini kali kedua aku ke Goa Pindul, setelah sebelumnya diajak mendampingi siswa outbond di Tahun 2016. Meski ini perjalanan yang kedua tapi tetap saja belum hafal jalan, karena dulu pakai bus dan keasyikan tidur. Alhasil kita sangat mengandalkan google map untuk sampai ke tempat tujuan.
      Selama perjalanan menuju Goa Pindul akan banyak sekali jasa yang menawarkan susur goa pindul, terutama setelah gerbang Gunung Kidul/Bukit Bintang. Saran saya adalah anda langsung ke lokasi saja, karena disana ada beberapa jasa yang menawarkan wisata caving dan lebih jelas. Jangan takut tersesat karena google map sudah sesuai. 
Setelah berkendara hampir 2 jam, dimana bokong rasanya sudah panas. Sampailah kita di Goa Pindul. Goa ini tergolong unik karena dibawahnya mengalir sungai yang jernih dengan kedalaman bervariasi.

Bersiap masuk ke Goa Pindul

Main ke Goa Pindul emang gak ada bosennya, selama masuk goa pengunjung akan dipandu oleh guide yang berpengalaman, para guide ini juga menjelaskan kondisi dan sejarah goa, selama di dalam goa pengunjung dimanjakan dengan stalaktit yang menggantung indah. Goa terbagi atas zona gelap dan zona terang, pada zona gelap suasana memang benar-benar gelap sehingga harus menggunakan senter. Oh iya sempatkan juga untuk menyentuh batu keperkasaan konon katanya bagi laki-laki yang menyentuh batu tersebut akan jadi lebih perkasa, tapi itu hanya mitos ya.
Nah ketika sudah sampai zona terang, dimana ada cahaya surga yang langsung memancar ke bawah, indah sekali. Di zona ini pengunjung bisa berenang dan bebas dan bisa jumping dari atas batu., karena terlalu asyik gambar di dalam goa blur semua, di zona ini pengunjung diberi waktu sekitar 15 menit untuk berenang.
Susur goa pindul berlangsung 45-60 menit.

Mobil Pajero : Panas Njobo Njero
Petualangan pun berlanjut ke Kali Oyo. Ini pengalaman pertamaku. Perjalanan dari Goa Pindul menuju Kali Oyo memakan waktu sekitar 10 menit dengan menggunakan mobil Pajero. Suasana semakin seru karena saat itu hujan mengguyur begitu deras, dan ternyata kalau hujan lebih seru dan puas.

Suasana di atas mobil Pajero. Kami bersama salah satu rombongan dari Tangerang a.k.a ibu-ibu hits
Ternyata mobil yang kami tumpangi tidak langsung berhenti di bibir sungai, aku dan rombongan harus berjalan sekitar 200 meter lagi dengan trek bebatuan dan jalan setapak yang cukup licin, harus berhati-hati agar tidak terpeleset.

Baru turun dari mobil

Perjalanan menuju Kali Oyo
Kondisi hujan membuat trek yang kami lalui cukup berbahaya, akibatnya ada seorang ibu-ibu yang terpeleset di bebatuan, tapi alhamdulillah tidak terjadi apa-apa. Setelah berjalan sekitar 10 menit sampai juga di garis start, susur sungai  menempuh jarak sepanjang 1.3 Km dengan pemandangan bebatuan yang sangat indah. Kedalaman sungai juga cukup bervariasi dari mulai dangkal hingga sangat dalam. Meskipun terlihat asyik tapi harus tetap nurut sama pemandu ya, demi keselamatan. 

I am so excited


Berasa lagi gak punya beban

Kali Oyo yang tenang

Enjoy


Yang lebih kerennya lagi ada air terjunnya juga
Keterangan:
- Total Biaya Rp. 130k include susur Goa Pindul, Kali Oyo, dan Makan.

Sensasi berenang di kolam renang tertinggi se Jogja

     Indoluxe hotel Yogyakarta menawarkan sensasi berenang yang tak biasa. Berenang diatas ketinggian Lt.19 menyuguhkan pemandangan Kota Jogja yang istimewa, selain itu, kegagahan Merapi dan Merbabu sangat jelas terlihat dan tentunya semakin memanjakan mata pengunjung. Hotel yang berdiri di Jl. Palagan ini  terlihat sangat mencolok karena bangunan hotel yang cukup tinggi untuk ukuran Kota Jogja. Pernah ada rencana datang ke hotel tersebut hanya sekedar untuk berenang namun belum kesampean juga, karena jarak yang lumayan jauh. Nah, beberapa hari lalu saya dapat tawaran untuk mengikuti kegiatan dari Kemenpora sebagai delegasi organisasi kepemudaan yang kebetulan bertempat di Indoluxe. Tanpa berpikir panjang langsung saya sambut tawaran tersebut, selain memang untuk menambah wawasan dan jejaring, kolam renang indoluxe sudah ada di pikiran saya. Hehe. 
      
Pemandangan dari jendela kamar
     Saya menginap selama 2 hari 2 malam. Kegiatan di hari pertama sangat padat sehingga tidak ada waktu untuk berenang, ketika ada waktu luang saya gunakan untuk istirahat. Akhirnya di hari terakhir kegiatan ada kesempatan untuk berenang, tepatnya 5 jam sebelum check out dari hotel. Saya keluar kamar pukul 06.00 dan langsung menuju lantai 19. Bagi tamu hotel dan umum, pelayanan renang dimulai pada pukul 06.00 sampai pukul 21.00 dengan melakukan konfirmasi terlebih dahulu di meja layanan. Meskipun layanan dibuka pukul 06.00 kita tidak bisa langsung berenang karena petugas masih harus membersihkan kolam, sekitar 40 menit menunggu baru pengunjung diperbolehkan untuk mulai berenang. Alhasil saya mulai berenang pukul 06.45.


      
Santai Sejenak. FYI, sebelum renang harus melakukan pemanasan terlebih dahulu ya, agar tidak terjadi cedera otot/kram.
Ukuran kolam renang cukup besar, lumayan capek buat renang dari ujung ke ujung. Kedalaman kolam juga tidak terlalu dalam hanya 1.3 m sehingga bagi yang gak bisa berenang nggak usah khawatir, karena tidak akan tenggelam. Yang mau gaya-gayaan juga bisa, hehe. Selain kolam untuk orang dewasa disediakan juga kolam untuk anak-anak, jadi recomended kalau bawa anak-anak untuk liburan. 
Pemandangan langsung menghadap Gunung Merbabu

Rooftop situation
Jadi, yakin ga tertarik untuk berenang di kolam renang tertinggi se-Jogja?



Ziarah ke Gunungpring Magelang

     Ketika berbicara wisata di Kabupaten Magelang, bisa dipastikan langsung tertuju pada keagungan candi Borobudur. Tidak dipungkiri bangunan yang termasuk world seven wonder tersebut merupakan magnet bagi wisatawan domestik maupun internasional untuk datang ke Magelang. Aku sendiri sudah beberapa kali mengunjunginya. Postingan kali ini akan membawa pembaca semua pada-sisi lain dari Kabupaten Magelang yang bisa dikunjungi yaitu wisata religi ke Gunungpring.
    Nama Gunungpring sendiri sudah tak asing lagi bagiku, karena ada teman satu asrama yang hampir setiap Jum'at menyempatkan untuk ziarah ke tempat tersebut. Pada beberapa kesempatan, aku pernah ditawari untuk untuk ziarah tapi tidak bisa karena waktunya malam.
Siang itu sekitar pertengahan Oktober, aku, kakak perumpuanku, dan suami kakak ku berniat mengantarkan adik ku untuk mondok di sebuah Pesantren Tahfidz di Magelang. Perjalanan dimulai dari Bantul, Yogyakarta. Setelah berkendara kurang lebih 90 menit kami sampai disebuah tempat yang cukup ramai, aku kira kita sudah sampai di Pondok Pesantren yang dituju, namun ternyata mobil berhenti di sebuah area makam di bukit Gunungpring Kecamatan Muntilan. 

Area parkir

Karena ini baru pertama kesini, bayanganku adalah komplek makam di bukit Gunungpring tidak sebesar dan seramai ini. Di hari-hari biasa saja sudah ramai apalagi ketika tanggal 1 Muharram, dimana diperingati haul Kyai Raden Santri, akan sangat ramai sekali suasananya. Sekilas tentang beliau, Kyai Raden Santri merupakan bangsawan dari Kraton Yogyakarta, beliau memilih untuk meninggalkan kraton dan mengabdikan dirinya untuk menyebarkan agama Islam. Nama Kyai Raden Santri sendiri merupakan nama samaran, nama asli beliau adalah Pangeran Singosari.


Tangga menuju area makam
Sebelum sampai di lokasi makam, pengunjung harus melewati ratusan anak tangga terlebih dahulu. Sepanjang tangga menuju ke makam berjejer pedagang yang menjajakan berbagai macam barang dagangan mulai dari makanan, buah-buahan, hingga souvenir. 
Menaiki anak tangga ini mengingatkan saya akan komplek makam raja Mataram di Imogiri Yogyakarta, sebelum mencapai lokasi makam utama pengunjung harus menaiki ratusan anak tangga. Setelah ditelusuri ternyata komplek makam Kyai Raden Santri yang terletak di Bukit Gunungpring merupakan komplek makam keluarga Kraton Yogyakarta Hadiningrat.

Salah satu sudut yang menawarkan kerajinan tas jinjing dan batik. Keberadaan tempat ini menjadi sumber ekonomi dan berkah bagi masyarakat dan pedagang.
Di depan toko buah


Setelah menaiki tangga sekitar 15 menit, akhirnya kami sampai di area utama makam. selanjutnya pengunjung harus menaiki tangga menuju ruang utama yang dibagi atas masjid, area istirahat, dan makam utama. 

Lokasi makam utama, pada saat aku kesini belum terlalu ramai.

Sorosilah Kyai Raden Santri

Para peziarah

Ziarah sendiri memiliki fungsi agar kita selalu ingat mati, maknanya adalah tidak ada sesuatu yang kekal di dunia. Harapannya setelah mengingat mati kita lebih bisa memanfaatkan waktu yang sebentar ini untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Setelah dirasa cukup akhirnya perjalanan pun dilanjutkan. Semoga ada kesempatan untuk bisa kembali berziarah.

Kamis, 14 September 2017

Makan siang di Kampung Mataraman Jogja

      Setelah sukses dengan Kampung Dolanan, kini pemerintah Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul sedang mengembangkan Kampung Mataraman. Tema yang diusung adalah kebudayaan Jawa tempo dulu, atmosfer kebudayaan Jawa sangat terasa kala kendaraan yang saya naiki masuk ke area ini. Angin semilir dan musik langgam Jawa adalah harmoni terbaik di siang yang cukup terik ini. 

Setelah berkendara hampir sepuluh menit, Gojek yang saya tumpangi sampai di mulut gerbang Kampung Mataraman. Berlokasi di Jalan Ringroad selatan (Perempatan Ringroad  dan Jalan Paris, dari arah utara ambil kanan sekitar 100 m, setelah dealer daihatsu baliho selamat datang terpampang nyata) menjadikan area wisata ini sangat mudah dijangkau.

Tujuan saya ke Kampung Mataraman adalah untuk makan siang. Saya penasaran dengan menu yang dihidangkan karena menawarkan makanan tradisional seperti garang asem, mangut lele, sego wiwit dsb, tak lupa juga minuman tradisionalnya ada wedang jakencruk, wedang uwuh, dan bir mataraman. Siang ini saya makan nasi sayur oseng tempe, oseng genjer, sambal, bandeng presto, dan minumnya wedang jakencruk alias perpaduan jahe, kencur, dan jeruk, untuk makanan-makanan tersebut saya hanya dikenai Rp. 19.500, murah bukan?
Selamat Datang di Kampung Mataraman
Menu makanan yang dihidangkan

Tempat makananannya juga unik. Nasi dihidangkan hangat diatas kukusan yang masih ngebul, sedangkan lauk pauk dalam wadah daun. Nah tidak kalah unik juga, para pramusaji disini mengenakan pakaian peranakan Jawa lengkap dengan blangkonnya.

Setelah mengambil makanan, saya memilih tempat di teras joglo yang menghadap langsung ke persawahan. Banyak pilihannya, bisa dibawah pohon atau dibawah lampu-lampu hias.

Menikmati makan siang dibawah pohon, menghadap sawah, diiringi musik dan angin semilir.

Setelah puas makan, saya memutuskan untuk keliling-keliling. Area ini masih dalam tahap pengembangan, sehingga belum begitu luas yang bisa dijangkau. Mungkin kalau fasilitas-fasilitas sudah dibangun, tidak menutup kemungkinan area ini akan menjadi populer sebagai tempat untuk belajar dan kegiatan kebudayaan. 
Minuman Tradisional
Rumah tradisional khas Jawa

Joglo kembar, difungsikan sebagai tempat pertemuan/jamuan dalam jumlah besar

Sudut toilet di Kampung Mataraman, toiletnya bersih.
Sembari menunggu makanan bisa disambi main egrang

Art corner
Joglo

Oh ya, tempat ini juga sangat cocok untuk liburan bersama keluarga. Ada dolanan tradisional, belajar menanam padi, sepeda kuno, dan fasilitas lainnya yang bisa dimanfaatkan untuk keluarga.

Thank you for stopping by





       

Rabu, 23 Agustus 2017

Explore Bantul: Air Terjun Lepo, Hutan Pinus Pengger, dan Mangut Lele Mbah Manto

   Akhir pekan yang lalu, aku dan teman-teman dari Asrama Sakan Thullab (Ig:@sakanthullab.krapyak) pergi ke sebuah desa wisata yang sudah lama ngehits dalam dunia per-air terjunan. Air Terjun Lepo yang berlokasi di Dusun Pokoh 1, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, adalah tujuan utama liburan akhir pekan kami, yang terkemas dalam acara JJP (Jalan-Jalan Pembimbing). Sebenarnya, musim kemarau seperti saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengunjungi air terjun, mengingat air terjun yang tersebar di Bantul tergolong air terjun kecil dalam jumlah debit air, dan bergantung pada aliran sungai. Pengalaman sebelumnya, aku mengunjungi Kedung Pengilon dan air nya surut, tapi untunglah untuk Air Terjun Lepo ini meskikupn musim kemarau masih tetap nyaman untuk berenang.
          Perjalanan dimulai dari Asrama Sakan Thullab, Pondok Pesantren Krapyak. Perjalanan menempuh waktu 60 menit dengan rute melewati Jalan Wonosari. Sebelum sampai di lokasi utama, ada beberapa spot yang instagramable yang sempat dikunjungi. Kami berhenti sekitar 15 menit di Watu Amben, 60 Menit di Hutan Pinus Pengger, sebelum akhirnya ke Air Terjun Lepo.

Spot Watu Amben menawarkan pemandangan bentang alam Jogja dari ketinggian, lokasinya persis dipinggir jalan dan gratis.



     Sekitar 15 menit dari Watu Amben, tepatnya di sebelah kanan jalan, ada lokasi yang cukup menarik. Hutan Pinus Pengger, hutan ini dilengkapi dengan rumah-rumah akar yang indah, yang dapat menyala di malam hari. Menariknya area hutan pinus pengger ini bisa dikunjungi pada malam hari, dan tentunya view Jogja terlihat sangat menawan.

Untuk masuk ke are Hutan Pinus Pengger ini cukup membayar Rp. 4000, sudah termasuk parkir

Tim yang terlibat JJP (Hehe) : Left to Right (Wahyu, Hadi, Me, Zifa, Albab (behind))

The world belongs to those who read -Anonim

Rumah akar, salah satu spot andalan untuk foto. Selain rumah akar pengunjuang juga bisa sewa hammock dengan biaya Rp. 10.000


 Lepo Waterfalls

      Perjalanan dari Hutan Pinus menuju Air Terjun Lepo membutuhkan waktu sekitar 20 menit, untuk penanda jalan sudah tersedia sehingga mudah dijangkau, tapi kami tetap mengandalkan google maps since this is the first time. Biaya parkir di lokasi sebesar Rp. 3000 (motor), sedangkan untuk masuk ke area air terjun hanya dikenai biaya pemeliharaan lingkungan, mungkin karena musim kemarau (bukan waktu yang tepat untuk berkunjung) jadi tidak dipungut biaya.

Air terjun ini terdiri dari tiga tingkat, ini tingkat yang paling tinggi, kedalamannya pas.

Kalau lagi musim hujam, aliran air dipinggir saya deras.

Ini dibagian bawah, berasa private pool

Berasa private pool
Chillax
Sewa ban aslinya Rp. 5000, kalau ini mah gratis.

Cullinary

       Beruntungya, ketika kita mengunjungi desa disekitaran air terjun, ternyata sedang ada gawe. Pasar Trukan 2017, event tahunan yang menyediakan berbagai barang dagangan mulai dari makanan hingga barang-barang kesenian.

Branding

Sumpah ini enak banget ! Nasi jagung + ikan asin, tempe bacem, sambel, sayur rebus + sayur garang asem (nggak ke foto). Hanya Rp. 10.000

Pecel templek, dibungkus pakai daun jati, hanya RP. 1000 sudah termasuk gorengan

Memesan makanan, pas berangkat pasarnya rame banget, sekarang sepi dan tinggal sisa-sisa.

Mangut Lele Mbah Marto, lokasi dibelakang Kampus ISI Yogyakarta. Ini enak juga. Untuk satu porsi Rp. 22.500 (Nasi gudeg + krecek + mangut lele + es teh) kalau cuma beli mangut lele hanya Rp. 10.000

Masaknya masih tradisional, nah uniknya dari warung makan ini adalah kita langsung ambil makanannya di dapur, banyak asap, tapi itulah sensasinya. Meskipun lokasinya mencil di tengah kampung, warung ini tidak pernah sepi dari pejabat sampai artis pun pernah singgah disini.
Bersama Mbah Marto, sehat terus nggeh mbah
  



Rabu, 31 Mei 2017

Ngontel Sebelum Puasa: Pagi- Pagi Ke Pantai Parangtitis

I don't ride a bike to add days to my life. I ride a bike to add life to my days

      Rencana ngontel ke Paris (akronim dari kata Parangtritis, salah satu pantai di Kabupaten Bantul) sudah lama diwacanakan, namun baru terealisasi beberapa hari lalu. Pantai Parangtritis menjadi destinasi kegiatan akhir ngontelku terjauh dengan sepeda yang sekarang, yang sebelumnya telah menyusuri perbukitan Kulon progo, pedesaan di Sleman bagian atas, hingga eksotisme Borobudur. Pemilihan lokasi Parangtritis dikarenakan, ironisnya hampir delapan tahun mukim di Jogja baru kali ini kesana. Biasanya kalau mlipir ke daerah selatan selalu pergi ke Pantai Depok yang juga sejalur dengan Pantai Parangtritis, nah mumpung ada waktu dan tenaga akhirnya kegiatan ngontel dapat diselesaikan. Mission accomplished.

Suasana pagi di Pantai Parangtritis. 
Perjalanan dimulai puku 05.15 WIB, agak molor dari yang direncanakan, karena harus menuntaskan krosing (kroso ngising) dulu. Mwehehe. Setelah selesai urusan, langsung tancap pedal. Aku mengambil rute Jalan Parangtritis, karena lebih mudah, meski tempatku lebih dekat dengan Jalan Bantul.

Hal yang paling aku suka dari bersepeda di pagi hari adalah udara pagi yang masih segar dan suasana jalanan yang masih sepi, jadi bisa tancap pedal lebih keras lagi. Jarak dari tempatku ke pantai Paris kurang lebih 40 km bolak-balik. Lumayan jauh juga. Perjalanan berangkat ditempuh sekitar 90 menit sedangkan perjalanan pulang lebih lama, karena energi yang sudah terkuras.

Sering sekali dapat pertanyaan begini, siapa sih yang motoin? kan perginya sendiri. Biasanya aku minta orang-orang yang lewat untuk motoin, tapi sebelumnya di brief dulu, biar hasilnya memuaskan. Foto ini diambil oleh anak SD yang kebetulan sedang lewat di atas jembatan Kretek. Hehe

Selama perjalanan menuju selatan Jogja, disuguhi pemandangan persawahan yang menghijau, dan bukit-bukit yang tertutup kabut. Juga masih banyak masyarakat yang berolahraga pagi, joging. Ternyata nikmat sekali, tak perlu mengeluarkan kocek banyak untuk suatu ketenangan batin, kalau kata John F. Kennedy "Nothing compares to the simple pleasure of a bike ride".

Golden hours dipinggir kali Opak, di pagi hari sungai ini biasa dijadikan sebagai tempat latihan kano oleh para atlet.
This is my gym
Kali Opak menjadi tanda bahwa lokasi Pantai Parangtritis sudah dekat. Tinggal beberapa kilometer saja, dan akhirnya sampai juga di tempat tujuan.

Suasana pagi di Pantai Parangtritis, sudah cukup ramai.

My gym, mwehehe. Sebenarnya untuk jaga-jaga saja, karena parkiran jauh jadi saya bawa saja sepedanya ke pinggir laut.
Rencananya mau ambil gambar sedang asik sepedaan dipinggir pantai, tapi apa daya sepeda nggak mau jalan. Akhirnya pake cengkal (standar), mungkin kurang ke pinggir kali ya.
Sunbathe
Setelah dirasa cukup, akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Misi terselesaikan dengan baik. Siap-siap bawa air yang banyak kalau mau sepedaan ke Pantai Parangtritis, bawa uang juga, siapa tahu lapar. Karena godaan sate kambing dan warung tongseng akan selalu membayangi selama perjalanan. Hehe
Perjalanan pulang dengan sisa-sisa tenaga