Jumat, 23 November 2012

Suatu Sore di Sekitaran Kampus Bulaksumur

Yogyakarta di penghujung senja.

Sementara hujan turun begitu deras :  Aku masih  mengayuh sepeda kampus,  ditemani payung bermerk sabun wanita yang baru ku pinjam beberapa jam lalu. Tak terasa meski aku memakai payung, percikan air hujan masih bisa membasahi bagian depan kemejaku, aku mengayuh sepeda begitu cepat sore itu, bukan tanpa sebab, aku mengejar bus terakhir yang akan membawaku pulang. Memang jarak dari kampus ke asramaku lumayan jauh 23 menit menggunakan sepeda dengan kayuhan ekstra kencang. 45 menit menggunakan bis sudah termasuk waktu jalan kaki.

Aku berpacu dengan waktu dan berharap bis terakhir masih ada. Aku sangat bersyukur tak ada keringat yang menetes meski aku mengayuh begitu kencang, hujan, ya sekali lagi karena hujan, yang menjadikan suasana terasa lebih sejuk.

Masih dengan payung bermerk sabun wanita, ternyata aku tak sadar, bagian tas belakangku sudah basah, sudah sepuluh menit lebih aku berdiri disini mondar-mandir seperti orang hilang dan sesekali menenangkan diri dengan membalas sms, sekali lagi aku berharap bahwa bis terakhir masih ada.

Aishh.. aku mulai berfikir bahwa sudah tak ada bis jam segini (18.00 WIB), sementara hujan turun semakin deras dan aku masih berlindung dibawah payung yang semakin sempit saja.

Aku mulai bingung dan berkali-kali melihat jam di hand phone, suasana Bunderan Kampus begitu muram, suara ambulan beradu dengan klakson yang menyemarakkan suasana sore ini. aku lebih suka suasana seperti ini dingin, riuh, mendung.

Aku belum beranjak dari tempat berdiriku saat ini, tepatnya di bawah terpal kain sang pelukis, yang biasa mangkal disekitar bunderan. Aku mulai bosan.

Suasana semakin dingin dan aku putuskan untuk menikmati semangkok kecil wedang ronde, ahh suasana ini mengingatkanku akan sahabat kecilku yang sekarang tinggal di Ponorogo, beberapa bulan lalu kita menikamti semangkok wedang Cemoe khas Ponorogo di alun-alun kota. menikmati jagung rebus + kacang. Fokusku kembali pada semangkuk kehangatan ini, di tenda itu hanya ada aku dan penjual yang selalu menatapku dengan senyum.

Aku semakin menikmati suasana ini, Bunderan semakin gelap hanya ada lampu kendaraan yang menyorot tajam, sesekali mengenai wajahku, hujan semakin deras dan suasana semakin dingin. sekali lagi aku lebih suka suasana seperti ini.

Ku hirup lagi bau polusi kota ini,
Begitu pekat dan khas,



Selasa, 26 Juni 2012

Wasiat Sepanjang Hayat dari Bapak

sumber gambar : kickandy.com

Rasanya baru kemaren aku berada di kota ini, kota yang menurutku menyimpan rahasia besar hidupku. Rasanya baru kemaren aku berada di pondok ini, tapi setelah kusadari, bahwa waktu begitu cepat berlalu. 

Sekarang sudah masuk tahun kelima aku di kota ini, dan aku sekarang sudah berkuliah di universitas impianku. Rasanya setiap kali mendekati bulan Ramadhan, tensi kerinduanku meningkat drastis, berkumpul bersama adalah hal yang cukup sulit bagi keluargaku mengingat tidak semua kakak dan adik pulang ke rumah setiap kali lebaran datang.

Tahun ini, aku memutuskan untuk tidak pulang ke kampung halaman, tapi tahun ini aku merencanakan pulang ke tempat nenek yang hampir empat tahun tidak kutemui.

Wasiat sepanjang hayat ini, aku dapatkan ketika aku pulang ke  kampung halamanku (Riau) setahun lalu, entah mengapa kata-kata itu selalu ku ingat dalam pikiranku, pesan hasil diskusi dengan bapak yang luar biasa menurutku. Kata-kata itu aku anggap sebagai wasiat sepanjang hayat yang harus kulaksanakan, bukan semata-mata ucapan orang tua melainkan ini adalah perintah agama. 

Bapak memang orang yang religius, ia telah mengenyam dunia pesantren hampir lima belas tahun lamanya, wajar untuk masalah agama beliau sangat ketat. Pada suatu sore, aku duduk di ruang tamu sambil membaca buku yang kuambil dari perpustakaan keluarga. Pada Bulan Ramadhan aku banyak membaca buku-buku tentang agama, buku favoritku setiap kali pulang adalah Ensiklopedi Islam dan beberapa novel milik kakak ku.

Saat aku masih fokus pada halaman yang aku baca, tiba-tiba bapak duduk dihadapanku dan mulai berbicara banyak hal, tentang masa lalu dirinya, tentang ibu, dan keluarga. Bapak memberikan banyak nasihat super kepadaku, ketika gilaranku bercerita, beliau mengeluarkan sebuah kitab yang sudah tidak asing lagi bagiku, kitab yang selalu aku pelajari di pondok ta'alimul mutaalim, lewat kitab itu aku diajak menelusuri nilai-nilai kebaikan yang terkandung didalamnya.

Beliau memberikan kitab itu padaku agar selalu dibaca dan diamalkan sebagai pedoman dalam menuntut ilmu, dan beliau juga berpesan kepadaku agar aku memperbanyak bacaan Al Quran serta shalat jamaah. kata-kata itulah yang sekarang sudah mengakar di otakku dan itulah wasiat bapak agar aku menjadi pribadi yang selalu dekat dengan tuhan dan menjadi seorang berilmu yang bermoral. Orang yang sukses adalah mereka yang dekat dengan tuhannya. Love you Pak.

Senin, 04 Juni 2012

Hidup Ini Seperti Thawaf



Judul tulisan  ini terinspirasi oleh buku tentang Pak Cacuk belajar tiada henti, dalam halaman pembukaan, tertulis sebuah kalimat yang menarik minat saya yaitu "hidup seperti thawaf" kurang lebih seperti itu, saya lupa secara persisnya tetapi paling tidak intinya sama.

Begitu banyak anaologi tentang kehidupan, yang direpresentasikan dalam bentuk yang sering kita jumpai pada kehidupan sehari-hari, ada yang mengatakan hidup itu seperti roda, maksudnya adalah seseorang tidak akan selamanya hidup pada posisi yang terus menerus nyaman, adakalanya ia harus merasakan bagaimana menikmati kesulitan. Ada juga yang menganalogikan hidup seperti tasbih, anda akan melewati drama kehidupan yang diibaratkan sebagai butiran-butiran tasbih. Kemudian ada juga yang mengatakan bahwa hidup itu seperti sebuah buku putih yang masih kosong, anda akan menulisnya dengan rapih atau anda hanya sekedar mencoret-coretnya, itu terserah anda. 

Saya lebih tertarik penganalogian kehidupan dalam buku yang berjudul belajar tiada henti. Hidup ini seperti thawaf, layaknya thawaf mengitari ka'bah merupakan perumpamaan kehidupan, kemudian kita akan kembali pada titik dimana kita berasal, titik dimana kehidupan manusia begitu sangat lemah, titik dimana kehidupan manusia memulai kehidupannya hingga akhirnya ia kembali pada titik itu pula.

Berbicara mengenai hidup, pastilah ada liku yang harus dilewati, life is never flat katanya, ada momen dimana kita begitu sangat bahagia dan ada moment yang membuat kita sangat sedih, itulah dinamika kehidupann yang harus dilalui oleh manusia. Tidakkah kita menyadari bahwa fase kehidupan ini akan terus berkembang, dari kita masih bayi hingga saat ini, dan hingga pada masanya kita akan meninggal.

Fase kehidupan terbagi menjadi tiga, pertama adalah fase kelahiran, ini disebut fase awal, bayangkan, ketika kita menjadi pemenang karena telah terseleksi dari jutaan sel sperma, sehingga terbentuklah kita dengan kelebihan dan kekurangan yang sudah sangat dihitung oleh Allah secara tepat, pada fase ini manusia masih dalam keadaan fitrah anda benar-benar dalam keadaan suci, terbebas dari dosa. Setelah fase pertama, kita akan menghadapi fase selanjutnya, yaitu fase dimana kita dapat melalukan apa yang ingin kita lakukan, saya berfikir bahwa pada fase kedua inilah yang akan menentukan kita ketika mengahadapi fase akhir, yaitu fase kematian semua mahluk yang bernyawa pasti akan mati kecuali Allah, ia dzat yang maha kekal (baqa). 

Life is a journey. kita akan merasakan bahwa kehidupan itu baik,  ketika kita begitu menikmati dan meghayati peran yang yang telah tersusun rapih dalam skenario Allah.

Kamis, 02 Februari 2012

Make Your Own Vision Board

Memvisualisasikan Mimpi Melalui Vision Board

Alhamdulillah, setelah beberapa hari di rencanakan vision board nya selesai juga, inilah jawaban mengapa saya menyuruh anak-anak dibawah perwalian saya untuk membuat vision board, beranilah bermimpi karena dengan mimpi hidup akan lebih berwarna, karena dengan mimpi, kita akan menjadi pribadi yang selalu berusaha untuk mengejar impian kita.

Agar mimpi kita selalu teringat, maka salah satu caranya adalah dengan menulis impian kita diatas sebuah kertas, lalu coret list mimpi yang telah tercapai, ini lebih membuat kita termotivasi. Dare to dream. and be struggle to reach it. 

Cara lain yang dapat digunakan untuk memvisualisasikan mimpi kita adalah dengan membuat vision board, dan berikut ini adalah hasilnya

The promotor :  Abdul Hamid

Believe : Eko Susilo

I am capable :  Isnan Ali Musthafa


My vision board :  Muhammad Naufal Nadhir


Finally finished :  Muhammad Riaz Riadi


Here I am : Muhammad Naba Andaru


My vision : Muhammad  Alvin Tawakkal



The optimist :  Muhammad Luqman Dai'm Fathony

The achiever : Muhammad Abdul Fikri